Breaking

Minggu, 28 Juli 2019

Siapa Bilang Tak Bisa Menang Melawan Bank? Ini Daftar Gugatan Nasabah Bank yang Dimenangkan!

Baca Juga

ADA pepatah lama bangsa Melayu yang mengatakan “Berani karena benar, takut karena salah”. Artinya kira-kira, orang yang yakin dirinya benar pasti berani melakukan apa pun untuk membuktikan bahwa dia memang benar. Sedangkan orang yang merasa bersalah pasti takut berbuat apa pun karena sudah tahu akhirnya pasti dia yang kalah.

Berkaitan dengan kehidupan masyarakat yang gak bisa lepas dari konflik benar-salah, pepatah itu berguna banget. Misalnya dalam soal perbankan.

Banyak orang yang ngerasa dirugikan oleh pihak bank dalam suatu masalah, contohnya penarikan tagihan gelap kartu kredit.

Tapi mereka gak mau menggugat bank yang menerbitkan kartu itu, padahal mereka yakin benar gak pernah melakukan transaksi yang ditagihkan. Alasannya klise: ah, mana bisa menang melawan bank?

Padahal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan konsumen berhak mendapat advokasi dan perlindungan serta upaya penyelesaian sengketa. Konsumen juga berhak mendapat kompensasi dan ganti rugi. Jadi, kalau memang yakin pihak bank yang salah, gugat saja.

Kalau masih belum yakin masyarakat bisa menang melawan bank, ini ada daftar gugatan nasabah bank yang berakhir dengan kemenangan. Baca satu per satu ya, siapa tahu bisa menginspirasi:

1. Dadang Achmad

Dadang terbelit masalah kredit macet di Bank Muamalat Cabang Bogor. Pada 2013, gugatan uji materinya terhadap Pasal 55 ayat 2 UU Perbankan Syariah dikabulkan Mahkamah Konstitusi. Dia mempermasalahkan pihak Bank Muamalat yang membawa kasus kredit macetnya ke Pengadilan Negeri Bogor.

Soalnya di ayat 2 pasal itu disebutkan pihak bank bisa membawa sengketa soal perbankan syariah ke pengadilan yang dipilih oleh bank itu. Padahal pada ayat 1 pasal yang sama diatur bahwa masalah perbankan syariah harus diselesaikan di pengadilan agama.

Akhirnya Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan Dadang dengan mencabut ayat 2 pasal 55 UU Perbankan Syariah karena dinilai bertentangan dengan konstitusi. Masalah Dadang pun akhirnya tak jadi diselesaikan di pengadilan negeri, tapi di pengadilan agama, sesuai dengan putusan nomor 93/PUU-X/2012.

2. Kemala Atmojo

Pada 2013, Kemala Atmojo menggugat BCA membayar ganti rugi materiil Rp 210  juta dan immateriil Rp 5 miliar. Gugatan itu pun dikabulkan sebagian oleh Pengadilan Niaga Jakarta!

Padahal masalahnya cuma “sepele”: Kemala gagal menarik uang dari ATM sebesar Rp 1,25 juta, tapi di buku rekeningnya ada catatan penarikan itu.

Gugatan ini berawal dari niatnya mengambil Rp 1,25 juta dari sebuah ATM. Karena transaksi penarikan di ATM itu gagal, dia beralih ke ATM BCA di sebelahnya. Transaksi yang kedua ini berhasil.

Tapi di buku rekeningnya muncul catatan penarikan Rp 1,25 juta dua kali pada hari itu. Lalu dia menggugat BCA karena yakin benar.

Akhirnya, Pengadilan Niaga menghukum BCA membayar ganti rugi materiil Rp 1,25 juta dan immateriil Rp 500 juta kepada Kemala setelah melihat bukti-bukti, termasuk rekaman CCTV saat Kemala gagal melakukan transaksi. Putusan ini bernomor 531/PDT.G/2012/PN.JKT.PST Tahun 2013.

3. Johanna Susyanti

Johanna juga menang melawan BCA. Gugatannya bermula saat dia mengetahui duit tabungannya berkurang Rp 9,953 juta tanpa sepengetahuannya pada 2012. Akhirnya dia menelepon BCA dan diberi tahu ada penarikan sejumlah itu lewat ATM Bank Mega.

Dia lalu menghubungi Bank Mega untuk meminta rekaman CCTV di ATM tersebut sesuai dengan informasi BCA. Dalam rekaman itu diketahui ada pria tak dikenal yang menarik duit dari tabungan Johanna.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menilai BCA gagal melindungi nasabahnya karena ada kesalahan elektronik. Akhirnya, pada 2013, menurut laporan Kontan.co.id, BCA divonis mengembalikan uang yang hilang dari tabungan Johanna senilai Rp 9,953 juta.

4. Sutrisno

Sutrisno menggugat Bank Mandiri dan menang! Kasus yang dia permasalahkan adalah adanya tagihan kartu kredit sebesar Rp 8 juta atas namanya. Padahal, dia gak pernah punya kartu kredit Mandiri.

Karena dianggap punya utang, dia gagal terus saat mengajukan pinjaman usaha ke bank. Sebab dia masuk daftar blacklist Bank Indonesia akibat tagihan yang belum lunas itu. 

Gugatan Sutisno dikabulkan pada 2014. Pengadilan Negeri Solo menghukum Bank Mandiri membayar ganti rugi sebesar Rp 100 juta atas tagihan kartu kredit siluman itu, sesuai dengan putusan Nomor 84/Pdt.G/2014/PN Skt Tahun 2014.

5. Syamsimar

Pada 2010, Syamsimar dituntut Bank Nagari Cabang Pasaman Barat untuk melunasi kredit usaha suaminya, yang baru saja meninggal, sebesar Rp 350 juta. Padahal dalam kesepakatan kredit almarhum suaminya itu ada perjanjian asuransi yang preminya sudah dibayar 6 kali oleh sang suami. Uang pertanggungan dari asuransi itu bisa dipakai buat melunasi kredit jika suaminya meninggal.

Tapi Bank Nagari ngotot perjanjian asuransi itu batal karena suami Syamsimar belum melakukan medical check-up. Yang dipermasalahkan Syamsimar, kalau suaminya belum punya catatan kesehatan kok pembayaran premi 6 kali diterima bank tersebut.

Syamsimar lalu membawa masalah ini ke Pengadilan Negeri Pasaman Barat. Di pengadilan, Bank Nagari terbukti bersalah dan divonis menghapus kredit almarhum suami Syamsimar melalui uang pertanggungan asuransi.

Seperti dirilis Sumbaronline.com, pihak bank juga diminta mengembalikan jaminan kredit berupa aset berharga milik suami Syamsimar senilai total Rp 1,3 miliar.

6. Victoria SB

Kasus Victoria SB lain lagi. Dia menggugat Bank Standard Chartered pada 2014 karena diintimasi dan dipermalukan oleh debt collector yang disewa bank itu.

Kasus ini bermula ketika Victoria kesulitan melunasi kredit tanpa agunan ke StandChart. StandChart lalu menyewa jasa debt collector dari PT Total Target Nissin buat menagih pembayaran kredit ini.

Victoria lalu ditelepon dan dikirim SMS bernada acaman. Bahkan masalah kredit ini diumumkan ke kantor Victoria, sehingga dia merasa dipermalukan.

Lalu dia menuntut StandChart membayar ganti rugi Rp 5 miliar karena penggunaan debt collector dinilai melanggar hukum. Di tingkat pengadilan negeri, StandChart kalah dan dihukum membayar Rp 10 juta.

Di tingkat pengadilan tinggi, vonisnya diperberat menjadi Rp 500 juta. Dan, ujungnya, di Mahkamah Agung, menurut putusan nomor Nomor 3192 K/Pdt/2012 , StandChart malah divonis membayar Rp 1 miliar!

7. Hagus Suanto

Hagus Suanto menggugat penarikan biaya administrasi kartu kreditnya selama kurun waktu 2005-2007. Gak main-main, dia menggugat dua bank sekaligus, yaitu Citibank dan BCA.

Hagus memiliki kartu kredit Citibank dan membayar lewat BCA setiap bulan selama 2 tahun hingga akhirnya dia tahu ada pengenaan biaya administrasi Rp 5 ribu per transaksi pelunasan. Dia yakin benar pembebanan biaya itu melanggar hukum.

Jadilah dia memasukkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011. Yang lebih keren, dia menghadapi dua bank itu tanpa pengacara!

Usahanya gak sia-sia. Gugatan nasabah bank asal Amrik ini dimenangkan pengadilan. Menurut berita Kontan.co.id, Citibank terbukti bersalah dan divonis membayar Rp 2,4 juta plus Rp 900 ribu kepada Hagus.

8. Class Action

Class action adalah gugatan hukum yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat. Dalam hal ini, gugatan 616 nasabah Bank Perkreditan Rakyat Bungbulang, Garut, bisa disebut sebagai "class action".

Dalam sejarah gugatan perbankan hingga 2015, baru sekali ini class action nasabah bank dimenangkan pengadilan.

Gugatan ini bermula saat BPR Bungbulang dilikuidasi pada 2007, sehingga seluruh nasabahnya kehilangan uang yang disimpan di bank itu. Setelah bertahun-tahun nasib duit yang hilang itu gak jelas, akhirnya mereka menggugat manajemen BPR Bungbulang dan pemerintah Garut secara bersama-sama.

Di pengadilan, BPR Bungbulang divonis bersalah. Pihak tergugat dihukum mengembalikan tabungan ratusan juta rupiah dan deposito miliaran rupiah kepada 616 nasabahnya lengkap dengan bunganya seperti di atur di putusan bernomor 12/PDT.G/2013/PN-GRT .

Selain contoh di atas, masih ada contoh lain yang belum disebutkan. Entah sendirian entah bersama-sama, kita sebagai konsumen berhak menggugat lembaga yang merugikan kita.

Sebelum ke pengadilan, mungkin kita bisa mengadu ke lembaga yang berwenang mengurus sengketa konsumen dulu, seperti YLKI atau OJK. 

Yang penting, kita harus sadar bahwa kita punya hak menggugat sebagai konsumen. So, tak perlu takut kalah di pengadilan jika kita yakin benar.

Sumber: https://www.moneysmart.id/8-gugatan-nasabah-bank-yang-dimenangkan-bukti-kalau-kita-juga-punya-hak-loh/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar