Breaking

Jumat, 03 Juli 2020

Demo Tolak RUU HIP, Tengku Zul: Ketuhanan Berkebudayaan Tak Bakal Terjadi!

Baca Juga

Demo Tolak RUU HIP, Tengku Zul: Ketuhanan Berkebudayaan Tak Bakal Terjadi!

BIJAKNEWS.COM -- Wasekjen MUI, Ustaz Tengku Zulkarnain, ikut demonstrasi menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Dia memaparkan sejumlah alasan mengapa RUU HIP, yang merupakan inisiatif DPR, harus dibatalkan pembahasannya.

Zulkarnain awal bicara soal kesepakatan dalam bernegara. Menurutnya, umat Islam harus mematuhi kesepakatan terkait kehidupan bernegara di Indonesia, yakni Pancasila hingga UUD 1945.

"Kita wajib mengikuti kesepakatan kita nggak pernah khianat. Ketika kemudian terjadi penyelewengan-penyelewengan terhadap Pancasila dan perjanjian itu, NKRI, ada Republik Indonesia Serikat, partai-partai politik dibubarkan, presiden kita seumur hidup, itu penyelewengan-penyelewengan kita koreksi, kita perbaiki," ujar Zulkarnain saat audiensi bersama pimpinan DPRD Sumut di Medan, Jumat, 3 Juli 2020.

Dia kemudian bicara soal rumusan Pancasila yang disampaikan oleh Presiden RI pertama Sukarno pada 1 Juni 1945. 

Menurutnya, konsep dari Bung Karno itu kemudian dimatangkan lagi pada 18 Agustus 1945 dan diperkuat lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

"Ini sudah kesepakatan kita sampai sekarang, maka terkejutlah kami khusus Majelis Ulama Indonesia terkejut ada usaha memeras Pancasila, Trisila, Ekasila dan Ketuhanan Yang Maha Esa-nya itu diperkosa menjadi Ketuhanan Yang Berkebudayaan. Ini luar biasa ini, ini bagi kami kaum muslimin tamparan keras ini. Sehingga seluruh MUI se-Indonesia 34 Provinsi tanda tangan. Tidak pernah, tidak pernah, kecuali Munas atau Rakernas ada keputusan pusat yang ditandatangani seluruh pimpinan pusat," ucapnya.

Dia menilai keberadaan pasal yang menerjemahkan Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila dalam draf RUU HIP memicu protes keras dari berbagai pihak. 

Dia kemudian menyinggung soal pembacaan Al-Qur'an dengan langgam jawa di Istana Negara beberapa tahun lalu.

"Saya ingatkan bahwa berketuhanan yang berkebudayaan ini baru dibuat RUU, tapi dirancang menjadikan berketuhanan berkebudayaan itu sudah lima tahun pak. Itu Ketuhanan Berkebudayaan itu, yang tidak pernah terjadi di dunia manapun," ucapnya.

Dia mengaku khawatir jika nantinya RUU HIP disahkan menjadi UU, pihak yang melakukan protes bakal ditangkap. 

Zulkarnain mengaku tak terima jika RUU HIP hanya diubah namanya, bukan ditarik secara total.

"Jadi gerakan membuat ketuhanan berkebudayaan itu sudah ada , kalau dibuat undang-undangnya kami khawatir siapa memprotes, ditangkap, namanya undang-undang. Bahaya ini," ucapnya.

"Maka dengan tegas MUI menolak. Mau diganti PIP, mau diganti SIP, ZIP, pokoknya nggak ada cerita ini dibubar, habis," sambungnya.

Zulkarnain juga menyinggung soal HTI yang dibubarkan karena dituding punya niat menukar Pancasila. Dia membandingkannya dengan pihak yang mulai membahas RUU HIP.

"Kalau Hizbut Tahrir begitu kerasnya sampai dicabut izinnya karena ada bau-bau ingin menukar Pancasila, baru bau-bau belum ada gerakan. Ini udah ada. Sudah sampai ke Prolegnas, sudah sampai ke sidang DPR RI kok," ucapnya.

Sebelumnya, muatan mengenai trisila dan ekasila dalam Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang merupakan usulan DPR menjadi polemik. Dalam draf RUU HIP, muatan soal trisila dan ekasila ada di Pasal 7.

Dilihat detikcom dalam draf RUU HIP, Senin, 15 Juni 2020, Pasal 7 menjelaskan mengenai ciri pokok Pancasila. Berikut bunyinya:

Pasal 7
(1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.
(2) Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.

Pemerintah Tolak Bahas RUU HIP

Menko Polhukam Mahfud Md berbicara tentang dua alasan pemerintah tak setuju pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) berlanjut saat ini. Alasan pertama adalah tak dicantumkannya Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966.

"Akhir-akhir ini terjadi perdebatan panas ketika muncul Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi. Pemerintah sendiri pada sikap tidak setuju dengan isi Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila itu dalam dua hal," ujar Mahfud saat memberikan sambutan dalam acara silaturahmi bersama tokoh masyarakat di Hotel Grand Aston, Medan, Kamis, 2 Juli 2020.

"Satu, tidak setuju kalau tidak dicantumkan Tap MPRS Nomor 25 Tahun 66. Pemerintah tidak setuju. Tap MPRS Nomor 25 Tahun 66 suatu ketetapan yang mengatakan bahwa Partai Komunis Indonesia itu dilarang dan dibubarkan. Kita tidak setuju kalau itu tidak dimasukkan, karena itu yang menjadi penolakan masyarakat," sambungnya.

Dia mengatakan hal tersebut merupakan sikap pemerintah. Alasan kedua adalah soal isi RUU yang disebutnya memeras Pancasila menjadi trisila dan ekasila.

"Kita katakan pemerintah akan sampaikan sikap itu. Yang kedua, kita tidak setuju juga kalau Pancasila itu diperas menjadi trisila, trisila diperas lagi menjadi ekasila," ujarnya.

(Sumber: detik.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar