Baca Juga
JAKARTA -- Setya
Novanto telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi
KTP elektronik. Berulang kali Setya Novanto mangkir dari panggilan
pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) sampai akhirnya penyidik menyambangi rumahnya untuk melakukan
penangkapan.
Saat hendak ditangkap, Setya Novanto menghilang dan tidak
diketahui keberadaannya. Tak kunjung diketemukan, KPK sempat mengirimkan
permohonan pada Polri dan Interpol untuk memasukkan nama Novanto dalam
daftar pencarian orang (DPO) sebelum akhirnya dia diketahui mengalami
kecelakaan.
Peristiwa dan kasus yang melibatkan Novanto, ikut membuat citra Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) buruk. Sebagai orang nomor satu di lembaga
legislatif, Setya Novanto dianggap tidak memberikan contoh yang baik
untuk taat pada hukum.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus
mengkritik aksi menghilang Setya Novanto. Padahal dia pemimpin lembaga
tinggi negara, sejajar dengan Presiden. "Mau kemana bangsa dibawa dengan
model pemimpin seperti ini? Saat-saat dia dibutuhkan, dia dengan tanpa
rasa tanggung jawab tiba-tiba menghilang. Dia pikir, memimpin bangsa ini
seperti memimpin kelompok sirkus?," katanya.
Menurutnya, keputusan Setnov bersembunyi dari pencarian penyidik KPK
merupakan sesuatu yang memalukan dan merusak harkat dan martabat DPR.
Dengan semua yang dilakukan Setnov, kata dia, jabatan sebagai Ketua DPR
tak lagi pantas untuk dipertahankan. Sebab, dia menilai Setnov hanya
memikirkan diri sendiri dan kekuasaan yang dipegang digunakan untuk
mencapai tujuan pribadinya.
Imbasnya, negara ini bisa lebih cepat
menjemput kehancuran. Karena itu, dia mendesak DPR melalui MKD tak perlu
menunggu waktu untuk memastikan proses pemberhentian sekaligus
penggantian jabatan Ketua DPR ini segera dilakukan. Tugas MKD untuk
memastikan wibawa dan martabat DPR dalam waktu cepat tak akan hancur
berkeping-keping.
"Bisa juga dipikirkan untuk merubah total format komposisi
kepemimpinan DPR yang selama ini juga nampak mempunyai kegagalan dalam
bekerja. Pada intinya harus ada gerak cepat dari DPR untuk menyelamatkan
marwah lembaga yang tercabik-cabik ulah seorang pimpinan yang Nampak
coba melarikan diri dari beban tanggung jawabnya di hadapan hukum,"
tegasnya.
Sikap Novanto ini juga membuat geram mantan Ketua Mahkamah Konstitusi
Mahfud MD. Dia menilai Novanto sebagai ketua DPR terburuk dari awal
reformasi sampai saat ini. Sebab, berulang kali Setya Novanto terjerat
kasus. Mulai dari kasus papa minta saham hingga korupsi megaproyek
e-KTP.
"Iyalah (terburuk), selama era reformasi itu ketua DPR nya pertama
Harmoko, sesudah itu Akbar Tandjung, sesudah itu Agung Laksono, Marzuki
Alie, setelah ini Setya Novanto. Dialah yang terburuk dari kasus ini,"
kata Mahfud di MMD Intitative, Jalan Dempo No 3, Pegangsaan, Jakarta Pusat, Kamis (16/10).
Menurutnya, Setnov harus dilengserkan sebagai ketua DPR. Untuk
mengganti Novanto, kata Mahfud, tak perlu melalui proses Majelis
Kehormatan Dewan (MKD). Sebab, MKD hanya urusan etik. Sedangkan kondisi
Novanto saat ini sebagai pelanggaran hukum dan darurat. "Seharusnya DPR
menentukan sikap secara institusi untuk menonaktifkan Novanto,"
tegasnya.
MKD langsung bergerak dan menggelar rapat pimpinan serta pleno untuk
menyikapi perkembangan kasus Setya Novanto. Rapat membahas status Setnov
sebagai Ketua DPR akibat penetapan tersangka dan tengah menghilang
akibat menghindari penangkapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hasil rapat disepakati, sesuai Pasal 87 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD atau MD3 tentang ketentuan
pemberhentian seorang pimpinan DPR maka pihaknya menunggu aparat penegak
hukum untuk menangani kasus yang membelit Novanto. MKD belum bisa
memproses jika status Novanto di kasus itu masih tersangka, belum
terdakwa.
"Kami menunggu penanganan kasus aparat penegak hukum tersebut dan apa hasil dari itu yang akan ditindaklanjuti," ungkap dia.
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto ikut angkat bicara. Pimpinan DPR tidak
berwenang soal pergantian jabatan Ketua DPR Setya Novanto karena status
tersangka kasus korupsi e-KTP. Menurut Agus, itu dikembalikan pada
keputusan Fraksi Partai Golkar.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah punya pandangan lain. Menurutnya, Setya
Novanto tidak harus meninggalkan kursi Ketua DPR. Hal itu kata Fahri
sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,
DPD, DPRD (UU MD3).
Ketua Umum PPP Romahurmuziy menilai masa depan kursi Ketua DPR adalah
urusan internal Partai Golkar. Sebab yang berhak untuk mengganti Setya
Novanto sebagai Ketua DPR RI adalah Fraksi Golkar di DPR.
"Kalau kita mengacu pada undang-undang MD3, ada ketentuan yang
membolehkan seorang anggota DPR yang berada di dalam status tersangka
untuk masih menjabat. Tetapi pada saat yang sama manakala yang
bersangkutan sudah menjadi terdakwa, maka undang-undang MD3 juga
memberikan ketentuan untuk bisa diberhentikan sementara," urai Romy.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak ingin ikut campur dengan urusan
nasib kursi Ketua DPR. Presiden Jokowi yang ditemui di Gedung DPD RI,
Senayan pada Jumat (17/11) enggan berkomentar soal usulan pergantian
Ketua DPR. Menurutnya, itu masuk domain DPR bukan pemerintah. "Itu
wilayah DPR," singkatnya.
[mdk/noe/rki]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar