Baca Juga
![]() |
| Zulhardi Z Latief. |
PADANG – Walikota Padang melakukan pemangkasan besaran
anggaran untuk pemberian hibah dan bantuan sosial. Hal itu sejalan
dengan diterbitkannya Peraturan Walikota (Perwako) Padang Nomor 11 tahun
2018 tentang kategori dan besaran pemberian hibah dan Bantuan Sosial
pada 24 Januari 2018 lalu.
Kebijakan itu mendapat sorotan dari Ketua Komisi III DPRD
Padang, Zulhardi Z. Latif. Menurutnya, akibat pemangkasan besaran
anggaran tersebut, bantuan hibah dan Bansos tidak lagi dianggarkan
seperti tahun -tahun sebelumnya karena telah dilakukan pemangkasan
anggaran.
“Memang untuk anggaran yang telah dimasukkan pada 2017,
realisasi pada 2018 ini tidak ada masalah. Tapi, yang bermasalah itu
adalah untuk anggaran di 2019 nanti. Pasalnya, dengan keluarnya Perwako
Nomor 11 Tahun 2018 ini, terjadi pengkebirian bantuan hibah dan bansos
oleh Walikota,” kata Zulhardi kepada wartawan, Minggu (11/3/2018).
Dikatakan, untuk bantuan hibah dan Bansos selama ini tidak
dibatasi, apalagi itu dari pokir anggota dewan. Contohnya saja untuk
membantu kelanjutan pembangunan, sarana dan prasarana rumah ibadah yang
membutuhkan biaya sebesar Rp100 juta. Dalam realisasinya, biasanya
dianggarkan tuntas, tidak setengah – setengah, dengan memasukkan besaran
anggaran sebesar yang dibutuhkan. Hal itu dilakukan agar pembangunan
sarana prasarana rumah ibadah cepat dituntaskan sehingga masyarakat bisa
nyaman dalam beribadah.
Namun, dengan keluarnya Perwako tersebut, besaran bantuan
maksimal hanya bisa direalisasikan Rp50 juta saja. Tentunya dengan
besaran anggaran yang telah ditentukan Perwako itu tidak dapat
menuntaskan permasalahan yang ada. Apa yang dikerjakan, akan terkatung –
katung.
Begitu juga bila ada permintaan masyarakat untuk dapat bantuan mobil ambulance untuk
keperluan masjid ataupun kongsi kematian. Dengan keluarnya aturan baru
itu, masyarakat tentu tidak bisa berharap terlalu banyak untuk dapat
bantuan ambulance gratis karena anggaran yang ditentukan sangat tidak mencukupi untuk pembelian satu unit ambulance.
“Ini kan namanya pengkebirian oleh Pak Wali. Dan, yang paling kita sayangkan, kok Pak Wali bisa mengeluarkan Perwako yang sekejam itu. DPRD ingin Perwako itu dicabut dan kita di DPRD Padang pada Senin 12 Maret 2018 ini akan melaksanakan rapat pimpinan terkait Perwako ini. Undang-undang saja tidak ada mengatur, masa ini Perwako,” ketusnya.
Lebih lanjut disampaikan, kalau masalahnya adalah kemampuan anggaran daerah, Zulhardi menilai APBD Padang mampu untuk itu. Melalui anggota dewan, ada pokir sebesar Rp2,5 miliar yang akan disalurkan dan direalisasikan untuk hal urgent yang dibutuhkan masyarakat.
“Apalagi untuk bantuan rumah ibadah. Kok bisa- bisanya Pak Walikota bisa seperti itu. Sementara kita ambil contoh saja di daerah NTB, bantuan untuk masjid bisa dikucurkan hingga Rp1 milliar itu tidak ada masalah,” kata politisi Golkar itu.
Ia menegaskan, selaku anggota dewan tidak mungkin untuk memainkan anggaran bantuan hibah dan Bansos. Karena, setiap realisasi anggaran, anggota dewan hanya bersifat merekomedasikan saja dan dananya masuk ke rekening bersangkutan langsung.
“Kita juga tidak ingin berurusan dengan hukum, apalagi bantuan untuk pembangunan sarana prasarana rumah ibadah, Majelis Taklim, dan lainnya sebagainya,” tegas Zulhardi Z.Latif yang juga merupakan Ketua IPPSI Padang.
Sementara, Ketua Komisi IV DPRD Kota Padang, Maidestal Hari Mahesa juga mengatakan tak habis pikir dengan pemangkasan besaran pemberian hibah dan Bansos ini. Harusnya, menurut Maidestal, dana hibah bisa lebih maksimal diberikan kepada masyarakat.
“Entah apa yang mendasari pemikiran dari Walikota, menjelang beliau cuti kemaren dengan mengeluarkan Peraturan Walikota tersebut,” ujarnya.
Esa mencontohkan, untuk bantuan hibah pada kongsi kematian maksimal hanya bisa diberikan Rp10 juta. Padahal, masyarakat yang punya kongsi kematian butuh untuk beli mobil ambulance gratis yang harganya bisa mencapai Rp170 jutaan. Untuk Majelis Taklim kini maksimal hanya Rp10 juta. Untuk peternakan, pertanian dan kepemudaan serta olahraga maksimal Rp15 juta. Sementara, untuk KUBE Rp20 juta dan lain-lain sebagainya pemberian besaran batuannya telah dipangkas, ujar Ketua DPC PPP Kota Padang itu.
“Ada apa dengan SK Perwako ini? Saya heran dengan SK ini yang di sebutkan berlaku untuk APBD 2019, tapi pasal 4 berlaku semenjak diundangkan (24 Januari 2018 ) dan ditandatangani tanggal 24 Januari 2018. “Jadi, sehari ditandatangani langsung diundangkan dan masuk ke dalam berita daerah tahun 2017,” ketus Esa.
Di lain sisi, Esa mempertanyakan, bisakah Perwako untuk 2019 keluar sementara APBDnya belum dibahas. “Hal ini kami sampaikan agar masyarakat mengetahui dan karena banyaknya timbul kekecewaan masyarakat atas keluarnya SK Peraturan Walikota tersebut,” tambahnya.
(bim/rki)




















































Tidak ada komentar:
Posting Komentar