Breaking

Selasa, 25 Februari 2020

Tol Pekanbaru-Dumai Asa Baru Terciptanya Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru

Baca Juga

JAKARTA -- Jalan tol bisa jadi barang mewah untuk warga Sumatera. Perbandingannya, jika di Jawa waktu tempuh 5-6 jam terasa lama, maka warga di Sumatera bisa jadi sudah terbiasa dengan hal tersebut.

Jalan bebas hambatan pertama di Sumatera beroperasi di Medan pada tahun 1989. Tol sepanjang 33 km tersebut menghubungkan Medan dengan dua lokasi strategis penyangga ekonomi ibu kota Sumatera Utara itu, yakni Belawan sebagai lokasi pelabuhan dan Tanjung Morawa sebagai salah satu sentra industri.

Setelah itu, baru 26 tahun kemudian pembangunan tol Trans Sumatera dilanjutkan kembali. 

Tol Palembang Indralaya, Medan-Binjai, dan Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi bersamaan menjadi tol kedua yang beroperasi setelah tol Belmera (Belawan-Medan-Tanjung Morawa).

Jumat (21/2/2020) kemarin, Presiden Jokowi mengingatkan kembali bahwa tol Trans Sumatera bakal segera tersambung penuh dari Aceh hingga Lampung pada akhir 2024 mendatang. Hal tersebut disampaikannya saat melakukan kunjungan kerja ke Riau, tepatnya di lokasi proyek tol Pekanbaru-Dumai.

Tol Pekanbaru-Dumai, sebagaimana Medan, Lampung, dan Palembang saat pertama kali memiliki jalan tol menjadi harapan baru bagi warganya. Jalan bebas hambatan sepanjang 131 km tersebut disebut bakal rampung pada akhir April 2020 mendatang.

Progresnya saat ini telah menyentuh angka 90%. Rencananya, saat mudik Lebaran, tol dengan biaya investasi Rp 16 triliun itu sudah bisa dijajal dan akan memangkas waktu tempuh Dumai dan Pekanbaru dari 4-5 jam menjadi sekitar 1,5 jam saja.

Dumai sendiri menjadi pintu masuk bagi para pedagang dunia melalui selat Malaka. Tersambungnya Dumai dan Pekanbaru diharapkan bisa menurunkan ongkos logistik yang akhirnya membuat harga barang-barang menjadi lebih murah.

"Kita harapkan dengan kesiapan-kesiapan infrastruktur seperti ini semuanya menjadi lebih cepat, pengiriman logistik, mobilitas orang, mobilitas barang menjadi lebih cepat," kata Jokowi.

Hal tersebut diamini oleh Mauritz Pola, salah seorang warga Pekanbaru yang memiliki usaha kebun kelapa sawit di Riau. Waktu tempuh yang lebih singkat tentu akan membawa banyak peluang baru untuk melakukan aktivitas, termasuk dalam aspek ekonomi.

Warga Riau yang pada umumnya menggantungkan nasib pada perkebunan kelapa sawit berharap ada penurunan biaya operasi dengan terbangunnya tol Pekanbaru-Dumai.

"Harapannya bisa membuat harga angkutan barang terutama pupuk semakin murah karena risiko di jalan berkurang," katanya.

Selain itu, hadirnya tol yang dikelola oleh PT Hutama Karya ini pun menjadi asa baru untuk menjadi pendorong terciptanya sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru selain dari komoditas seperti kelapa sawit (crude palm oil/CPO), migas, dan karet.

Hal ini penting mengingat selama ini, ekonomi Riau ditopang oleh ekspor komoditas. Hal itu membuat sumber ekonominya rentan jika ada gejolak di luar negeri, seperti perlambatan ekonomi dunia yang langsung berdampak terhadap permintaan komoditas tradisional tadi.

Berdasarkan data BPS, ekonomi Riau pada 2019 tumbuh 2,84%, atau meningkat dibanding 2018 yang tumbuh 2,37%. Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh hampir semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas yang tumbuh 14,02%.

Secara spasial, pada 2019 Provinsi Riau berkontribusi sebesar 4,76% terhadap perekonomian nasional. Provinsi Riau menjadi provinsi dengan PDRB terbesar ke-6 di Indonesia atau PDRB terbesar kedua di luar Pulau Jawa, setelah Provinsi Sumatera Utara.

Struktur perekonomian Riau dari sisi produksi di 2019 didominasi oleh tiga lapangan usaha utama, yaitu Industri Pengolahan (25,46%), Pertambangan dan Penggalian (24,23%), dan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (23,18%).

(dtc/eds/toy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar