Breaking

Jumat, 29 Mei 2020

Orang Kaya Hong Kong Mulas Cemas, Daerahnya Jadi Arena Perang Dingin AS-China

Baca Juga


BIJAKNEWS.COM -- Hong Kong kembali 
memanas. Niat China yang sedang merancang Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional dan Lagu Kebangsaan ditentang warga. Mereka turun ke jalan. Penolakan itu didukung Amerika Serikat (AS). Kini, Hong Kong jadi arena baru perang dingin AS versus China.
Dalam RUU Keamanan Nasional yang sedang dirancang disebutkan, otoritas China punya kekuasaan untuk memberantas kejahatan subversif, terorisme, hingga pemisahan wilayah.
Gara-gara hal itu, Pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump tak lagi menganggap Hong Kong sebagai wilayah otonom China. Status itu mengancam eksistensi Hong Kong sebagai pusat bisnis dan perdagangan di Asia.
Rencana pemberlakuan UU itu juga disebut melanggar kesepakatan Inggris dan China pada saat pengembalian pulau itu pada 1997.
Di sisi lain, kelompok pebisnis negara-negara Barat masih berharap, bisa berbisnis dengan tenang di wilayah itu. Sayangnya, kini wilayah itu bisa jadi arena baru pertarungan antara AS dengan China. Padahal, baru-baru ini kedua negara bersitegang terkait pandemi Covid-19.
Dikutip dari Financial Times, sejumlah pejabat di Hong Kong mengklaim, wilayah itu punya keistimewaan. Yakni, terkait aturan hukum dan peradilan yang independen. Bukan peradilan yang dikendalikan Partai Komunis China. UU Keamanan Nasional yang baru, dianggap bisa menghilangkan keistimewaan itu.
Otoritas China menganggap, sistem pemisahan kekuasaan di Hong Kong, justru akan jadi masalah bagi Beijing. Itu juga diungkapkan Presiden China Xi Jinping. 
“Mengizinkan sistem hukum umum berlanjut di Hong Kong, sama dengan meminta biksu asing untuk membaca kitab suci setempat,” kata salah satu pejabat Partai Komunis China.
Di bagian lain, RUU Keamanan Nasional juga membuat khawatir sejumlah orang kaya di Negeri Panda. Para orang kaya itu tengah memikirkan untuk menarik harta mereka dari Hong Kong.
Mereka khawatir, aset mereka dilacak dan dirampas negara terkait UU Keamanan Nasional. Diperkirakan dari setengah kekayaan pribadi Hong Kong, lebih dari 1 triliun dolar AS, (sekitar Rp 14.700 triliun) dimiliki para Taipan China daratan.
Sekadar info, banyak konglomerat China daratan lebih suka menanamkan uangnya di Hong Kong ketimbang di daerah asal mereka. Diungkapkan sejumlah bankir dan konsultan, beberapa klien mereka dari China daratan mulai berpikir memindahkan kekayaan mereka. 
Tujuan utamanya antara lain, Singapura, Swiss, hingga London.
Malah, menurut seorang bankir, ada klien mereka yang sudah membeli properti di Singapura. 
“Sementara ini, Singapura telah berada di list nomor satu untuk memindahkan kekayaan. Meski Hong Kong telah menjadi pusat untuk mereka,” ungkap seorang bankir, dikutip Reuters, kemarin.
Dia mengatakan, banknya telah mulai menerima pertanyaan dari orang-orang kaya China soal pembukaan rekening di luar Hong Kong. Kata bankir itu, mereka sebenarnya sangat mencintai negara mereka, China. “Tapi, tidak dalam perspektif perlindungan aset,” ujarnya.
Konsultan lain menyebut, kliennya yang membuka kantor di Hong Kong, saat ini sedang melihat kemungkinan pemindahan ke Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).
 Gara-gara niat sejumlah orang kaya itu, beberapa konsultan mempekerjakan tenaga berbahasa Mandarin di beberapa lokasi. Termasuk Singapura dan Swiss.
Secara global, Hong Kong berada di peringkat kedua dalam kekayaan per kapita pada 2019. 
Di posisi teratas adalah Swiss pada pertengahan 2019. Selain itu, menurut Credit Suisse, Hong Kong adalah wilayah nomor 10 dalam jumlah orang yang punya aset lebih dari 50 juta dolar AS (sekitar Rp 700 miliar lebih). Wilayah itu bersaing dengan Singapura sebagai pusat keuangan utama Asia.
Seperti diketahui, RUU Keamanan Nasional disebut mengancam kebebasan di wilayah itu. Belum ada penjelasan detail terkait isi UU.
 Tapi, China disebut menargetkan warga China di Hong Kong, sebagai bagian dari investigasi korupsi. Meski belum ada penyitaan aset besarbesaran di wilayah itu.
“Mungkin saja akan ada lebih banyak proses (pemindahan) setelah diberlakukannya undang-undang,” kata seorang manajer kekayaan, yang perusahaannya mengelola aset lebih dari 200 miliar dolar AS (sekitar Rp 2.800 triliun). [PYB]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar