Breaking

Sabtu, 30 Desember 2017

2017, Tahun kejatuhan karier politik Setya Novanto

Baca Juga

JAKARTA -- Tahun 2017 akan dicatat sebagai tahun kejatuhan karier politik Setya Novanto. Dia harus menanggalkan jabatannya sebagai ketua umum Partai Golkar dan ketua DPR. Kasus korupsi e-KTP menyeretnya menjadi terdakwa. Setnov didakwa melakukan kongkalikong dalam pengadaan proyek senilai Rp 5,9 triliun yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.

Sidang perdana Setnov pada Rabu 13 Desember berlangsung penuh drama. Mengenakan kemeja putih, Setnov mengaku sakit dan tidak bisa mengikuti agenda sidang yakni pembacaan dakwaan. JPU KPK yang dipimpin Irene Putri menegaskan tim dokter KPK sudah memeriksa Setnov pagi hari sebelum berangkat ke Pengadilan Tipikor, Jakarta dan menyatakan Setnov sehat dan layak mengikuti persidangan.

Perdebatan terjadi antara JPU dan tim penasihat hukum Setnov. Hakim kemudian memutuskan Setnov diperiksa ulang oleh tim dokter dari KPK dan mengundang dokter dari RSPAD seperti yang diminta.

Akhirnya, setelah melalui beberapa kali skors, hakim memutuskan sidang dilanjutkan dan jaksa membacakan dakwaannya. Dengan demikian, upaya praperadilan yang kedua yang dilakukan Setnov di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan gugur. Setnov pun resmi menyandang status terdakwa. JPU mendakwa Setnov telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013. Setya Novanto didakwa memperkaya diri sendiri sebesar USD 7.300.000 dan mendapat sebuah jam tangan mewah merek Richard Mille seharga Rp 1,3 miliar.

Setnov dijerat dengan pasal 2 ayat 1 huruf a atau pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Status terdakwa ini menjadi penentu nasib Setnov di Golkar dan DPR. Dia akhirnya menyatakan mundur dari ketua DPR dan melalui secarik surat yang ditulis tangan dan ditandatangani dari balik jeruji rutan KPK, Setnov menunjuk Aziz Syamsuddin sebagai penggantinya di DPR. Namun surat itu tidak diterima oleh para pengurus DPP Golkar. Surat itu dinilai telah melanggar mekanisme partai. Surat penunjukkan Aziz pun batal dibacakan dalam rapat paripurna DPR.
Sementara di tubuh Partai Golkar, para pengurus melakukan konsolidasi.

Setnov juga menyatakan mundur dari jabatan ketua umum. Dia menunjuk Idrus Marham menjadi Pelaksana Tugas Ketua Umum (Plt Ketum). Desakan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) pun kian kencang. Rapat pleno DPP akhirnya memutuskan Airlangga Hartarto ditetapkan menjadi ketua umum dan menggelar munaslub untuk mengukuhkan status Airlangga.

Rabu 20 Agustus 2017, Airlangga resmi menjadi ketua umum Partai Golkar menggantikan Setnov. Airlangga akan meneruskan sisa jabatan Setnov hingga tahun 2020. Sedangkan siapa pengganti Setnov di DPR, Partai Golkar belum memutuskan dan menunggu pergantian tahun.

[mdk/cob/rki]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar