Breaking

Sabtu, 19 September 2020

Pilkada Ditunda, Pemerintah Wajib Ganti Rugi Biaya yang Dikeluarkan oleh Paslon

Baca Juga

Ilustrasi. Pilkada Ditunda, Pemerintah Wajib Ganti Rugi Biaya yang Dikeluarkan oleh Paslon.

BIJAKNEWS.COM -- Beberapa bulan lalu Direktur Laksamana sudah menyoroti kebijakan pemerintah, soal Pilkada 2020, tepatnya sejak pemerintahan dan KPU menyampaikan informasi kepublik soal pelaksanaan pilkada serentak 2020.

"Silakan googling apa yang sudah disampaikan LAKSAMANA kepada publik kini hampir menjadi kenyataan. Sebab dulu ormas yang mendukung kebijakan pemerintah sepertinya kini balik badan menolak atau meminta penundaan dilaksanakannya Pilkada serentak 2020, "kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA) Samuel F Silaen kepada wartawan di Jakarta, 19 September 2020.

Tidak terlalu berlebihan bahwa apa yang Silaen sampaikan itu sekarang menjadi sesuatu yang tak terbantahkan. Pandemik Covid-19 ini menjadi sebab musababnya, alasan meningkatnya penyebaran virus Corona dijadikan landasan utamanya, pilkada mau ditunda.

Dikatakan Silaen, saat ini tetap mendukung kebijakan yang sudah diputuskan pemerintah itu, apa yang sudah diputuskan harus tetap dilaksanakan, jangan plin- plan. Sebab tahapan sudah berjalan, penundaan Pilkada serentak 9 Desember 2020 bukan solusi yang tepat. Malah akan memperburuk situasi perpolitikan nasional.

Menurut Direktur Laksamana tidak mau negeri ini jadi ajang coba- coba dalam menjalankan kebijakan yang sudah ambil. Pilkada serentak ini sudah kadung berjalan, ibarat naik taxi, argo sudah jalan, jika ditunda maka akan menyebabkan timbulnya kerugian buat Pemerintah dan terlebih buat para Cakada itu sendiri.

"Pilkada serentak ini tetap harus dilaksanakan demi kepastian hukum. Pemerintah harus mampu memberikan kepastian hukum kepada seluruh kontestan para calon kepala daerah (Cakada). Sangat berbahaya jika sebuah kebijakan pemerintah gonjang- ganjing," kritik Silaen.

"Jujur katakan siapa yang mendesak pemerintah dalam hal ini Mendagri dan KPU untuk memutuskan pelaksanaan pilkada serentak 9 Desember 2020, menurut hemat Silaen, tidak ada yang mendesak. Tapi sekarang tahapan pilkada serentak sudah berjalan, kok malah mau ditunda, ada apa? "tegas Silaen.

Pemerintah harusnya sebelum memutuskan sebuah kebijakannya, harus sudah matang, punya kalkulasi, analisa dan kajian yang konfrehensif. 

Sekarang membingungkan publik, ibarat lirik lagu "kau yang memulai kau yang mengakhiri kau yang berjanji kau yang mengingkari". Pemerintah harus memegang teguh prinsip atas kebijakan yang sudah diambil.

"Sangat beresiko jika sebuah kebijakan dianulir hanya karena tekanan ormas tertentu, yang awalnya mendukung pemerintah melaksanakan pilkada serentak 2020 ini. Aneh bin ajaib!, kok sekarang berubah, kok kayak ada pesanan tersembunyi, barang yang sudah dipesan aja kudu dibayar," kritik Silaen.

"Pemerintah belajarlah pada sepenggal motto salah satu ormas "sekali layar terkembang surut kita berpantang" jadi sebuah kebijakan itu harus dijunjung tinggi meskipun berat untuk dijalankan. Jangan jadi "Pemimpin Tiba Masa tiba Akal", repot jadinya!" jelas Silaen.

Jika semua kebijakan pemerintah prematur begini, maka dapat dipastikan akan terjadi polemik yang berkepanjangan. Yang rugi rakyat.

Pelaksanaan tahapan pilkada itu pakai anggaran keuangan negara yang tidak sedikit. Jadi kalau ditunda sama halnya dengan membakar anggaran yang sudah berjalan.

Laksamana menyoroti para pemilik rekomendasi, yang kalau ditunda apakah rekomendasi itu hangus karena kadaluarsa. Rekomendasi itu mahal harganya. Ini sudah jadi rahasia umum. Ini jadi kekuatiran peserta Cakada.

"Persiapan para Cakada itu tidak sedikit, saya sangat memahami suasana kebatinan yang sedang mereka alami. Mesin politik yang sudah dimulai akan padam jika dilakukan penundaan Pilkada. Mungkin yang tingkat elektabilitasnya rendah ini sebuah kesempatan yang menguntungkan," imbuh Silaen.

"Pilkada ditunda berarti pemerintah harus mengganti semua biaya- biaya yang sudah dikeluarkan oleh para Cakada, karena keputusan pemerintah itu menimbulkan kerugian disisi para Cakada, bagaimana dengan sisi pemerintah?, Tanyakan kepada pemerintah," jelas Silaen.

Ada contoh konkrit, jika lampu PLN padam dengan tidak sengaja atau sengaja, diberikan biaya ganti rugi (kompensasi). Maka jika ada kebijakan pemerintah yang sudah diputuskan lalu menimbulkan atau ditimbulkan kerugian kepada warga negara maka harus diberikan ganti rugi material dan immaterial.

(rlis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar